Siapa Raja Sparta

Siapa Raja Sparta

Nationalgeographic.co.id – Raja Charles III telah resmi dinobatkan menjadi raja Kerajaan Inggris. Dia dinobatkan karena garis keturunan leluhurnya.

Namun, dulu di awal kerajaan berdiri, apa yang membuat seorang bisa menjadi raja? Apakah otoritasnya atas penduduk di suatu wilayah atau kekuasaannya di suatu wilayah? Apakah mungkin karena seseorang mengenakan mahkota sehingga ia diangkat menjadi raja?

Ini adalah pertanyaan kunci untuk menentukan kapan dan mengapa suatu kerajaan berkembang. Contohnya, dalam kasus Kerajaan Inggris, siapa raja pertama di Inggris, sebelum singgasana kerajaan itu kini diduduki oleh Raja Charles?

Sejarah mencatat, Aethelstan dinobatkan sebagai Raja Anglo-Saxon pada tahun 925 dan konsensus ilmiah menempatkannya sebagai raja pertama Inggris. Jawaban ini terkesan singkat, tetapi cerita sejarahnya cukup panjang dan berbelit untuk diuraikan dan disepakati.

Cerita dimulai dengan Angles

“Untuk benar-benar mulai menemukan raja pertama Inggris, seseorang harus mulai dengan Angles,” tulis Melissa Sartore di laman National Geographic.

Nama England atau Inggris berasal dari kata Inggris Kuno Englaland, yang secara harfiah berarti tanah para Angles. Kedatangan suku-suku Jermanik ini ke tempat yang dulunya merupakan provinsi Romawi Britannia itu terjadi pada abad ke-5. Di samping Jute, Saxon, dan Frisia, Angles mendirikan permukiman di tenggara dan timur Inggris selama abad ke-6.

Seiring waktu, bahasa dan budaya Jermanik menyatu dengan praktik dan tradisi Romawi-Inggris yang ada. Pada tahun 600 Masehi, masing-masing kerajaan terbentuk di seluruh Kepulauan Inggris.

Kerajaan Jermanik ini dibentuk sesuai dengan orang-orang yang tinggal di suatu daerah, berlawanan dengan batas atau perbatasan fisik. Belakangan, kerajaan-kerajaan yang lebih kecil bergabung menjadi lebih besar, dan apa yang disebut Heptarkhia muncul.

Heptarkhia adalah penyederhanaan yang sangat besar dari pengaturan sosial, politik, dan agama yang kompleks di Inggris. Heptarkhia dibentuk dari tujuh kerajaan: Wessex, Kent, Sussex, Mercia, East Anglia, Northumbria, dan Essex.

Setiap kerajaan besar mencakup kerajaan kecil dengan pemimpinnya sendiri. “Banyak di antaranya bersaing untuk mendapatkan kekuasaan dalam lingkup pengaruh yang lebih besar,” tambah Sartore.

Aturan diciptakan dan dipertahankan melalui hubungan timbal balik yang didasarkan pada kesetiaan dan perlindungan. Sistem ekonomi bergantung pada iuran dan layanan yang terkoordinasi.

Peran Mercia dan bretwalda

Kerajaan-kerajaan besar di Inggris saling bersaing untuk menjadi yang teratas. Pada akhirnya menghasilkan perjuangan yang berputar di sekitar Kerajaan Mercia yang mendominasi kerajaan lain selama sebagian besar abad ke-8.

Ini mirip dengan apa yang dijelaskan Bede dalam Ecclesiastical History. Di sana disebutkan ada seorang penguasa yang "berkuasa" atas orang-orang di luar kerajaannya sendiri.

Kronik Anglo-Saxon menggunakan istilah bretwalda untuk mewakili konsep ini. Kronik itu menerapkan istilah tersebut pada raja-raja Anglo-Saxon yang memerintah sejak akhir abad ke-5.

Sejarah mencatat, hegemoni Mercia akhirnya bergeser, terutama pada masa pemerintahan Raja Eghbert dari Wessex (memerintah 802-839 Masehi). Di bawah Raja Eghbert, Wessex mengalahkan bangsa Mercia di pertempuran Ellendon pada tahun 825 Masehi. Setelah itu kerajaan-kerajaan besar mengakui supremasinya.

Kronik Anglo-Saxon mengidentifikasi Raja Eghbert sebagai seorang bretwalda. Identifikasi tersebut berfungsi sebagai inti dari dasar argumentasi sebagian orang bahwa Eghbert adalah raja pertama Inggris.

Apakah Raja Eghbert benar-benar bisa disebut sebagai raja pertama Inggris? Sejarah mencatat bahwa Kerajaan Wessex di bawah kendali Eghbert memang berhasil melakukan suksesi damai untuk keturunannya. Namun, kekuasaan kerajaannya belum benar-benar luas di Tanah Inggris.

Setelah kematian Eghbert, sang putra Aethelwulf naik takhta. Seorang putra yang naik tahta setelah kematian ayahnya ini menanamkan prinsip suksesi turun-temurun di Wessex.

Setelah kematian Raja Aethelwulf, tiga putranya menjabat sebagai Raja Wessex, yang akhirnya mengarah pada suksesi yang keempat pada tahun 871 Masehi. Ini adalah Alfred, pesaing lain yang juga kerap dianggap sebagai Raja Inggris pertama.

Alfred, penguasa yang tidak terduga

Alfred seharusnya tidak pernah memerintah Wessex. Ketika kakak laki-lakinya Aethelred meninggal saat berkampanye melawan perampok Skandinavia, Alfred menjadi raja.

Sebagai Raja Wessex, Alfred terus mempertahankan kerajaannya dari apa yang disebut Kronik Anglo-Saxon sebagai Great Heathen Army. Terdiri dari orang Denmark, Norwegia, dan Swedia, Great Heathen Army pertama kali tiba di Anglia Timur pada tahun 865 Masehi. Dalam satu dekade, satu-satunya kerajaan yang bertahan adalah Wessex.

Setelah mengalahkan pasukan Skandinavia di Pertempuran Edington pada tahun 878 Masehi, Alfred membuat perjanjian damai dengan pemimpin mereka, Guthrum. Perjanjian itu secara resmi menetapkan batas antara Wessex dan wilayah yang dikuasai Viking.

Namun, kehadiran permanen Skandinavia di utara, serangan Viking yang terus berlanjut, mendorong Alfred untuk mengambil langkah mengamankan kerajaan. Dia mereformasi militer dan mendirikan permukiman pertahanan. Alfred juga mendirikan angkatan laut untuk mempertahankan pantai Wessex dari serangan.

Bersamaan dengan upaya ini, Alfred melakukan aktivitas intelektual yang dianggap membantu menciptakan identitas budaya dan politik Inggris. Semua ini — dan penunjukan Alfred sebagai Raja Anglo-Saxon— menjadi alasan kuat untuk menyebutnya sebagai raja pertama Inggris.

Aethelstan, raja pertama Inggris

Alfred meninggal pada tahun 899 Masehi dan putranya, Edward the Elder, naik takhta. Edward memerintah sampai tahun 924. Setelah kematiannya, putranya Aethelstan dimahkotai sebagai raja pada tahun 925 Masehi.

Sama seperti kakek dan ayahnya, Aethelstan memulai sebagai Raja Anglo-Saxon. Dia berbeda dalam luas wilayah kekuasaannya, terutama setelah Pertempuran Brunaburh pada tahun 937 Masehi.

Pada akhir masa pemerintahan Aethelstan, dia mencapai lebih banyak sentralisasi birokrasi dan administrasi daripada para pendahulunya. Oleh para sejarawan, ia dianggap sebagai raja pertama Kerajaan Inggris.

Otoritas Aethelstan tidak pernah terbantahkan. Menurut Kronik Anglo-Saxon, dia juga menjadi raja yang membawa wilayah York dan Northumbria.

Pada tahun 937, raja-raja Skotlandia, Viking Dublin, dan sebagian Wales bersatu melawan Aethelstan. Mereka bertempur di Brunanburh.

Lokasi pasti Brunanburh masih belum jelas. Namun pertempuran yang terjadi di sana dianggap oleh banyak sarjana sebagai salah satu peristiwa penting dalam sejarah Inggris.

Pertempuran itu berakhir dengan kemenangan Aethelstan di Brunanburh. Hasilnya, kekuasaan Raja Anglo-Saxon semakin meluas hingga ke Skotlandia dan Wales. Itu juga memperkuat kekuasaannya atas seluruh Inggris.

Baca Juga: Kerap Bernasib Buruk, Benarkah Nama Raja Charles Membawa Kutukan?

Baca Juga: Bintang Afrika, Berlian Kontroversial di Tongkat Kerajaan Charles III

Baca Juga: Sejarah Dramatis Mahkota St Edward yang Digunakan Raja Charles III

Aethelstan hanya hidup selama 2 tahun setelah pertarungan tersebut. Namun bagi banyak orang, dia menjadi raja Inggris pertama yang sebenarnya dengan kemenangan itu.

Pada akhir masa pemerintahan Aethelstan, dia mencapai lebih banyak sentralisasi birokrasi dan administrasi daripada para pendahulunya. Maka tidak heran jika sejarawan menganggap ia sebagai raja pertama Kerajaan Inggris.

Kerajaan itu masih bertahan hingga sekarang, dengan Raja Charles yang kini melanjutkan takhta tersebut.

78% Daratan di Bumi Jadi Gersang dan Tidak akan Pernah Basah Kembali

tirto.id - Raja Charles III menikahi Camilla pada 2005. Pernikahan itu terjadi ketika Charles masih berstatus sebagai pangeran dan putra mahkota Kerajaan Inggris.

Pernikahan tersebut merupakan pernikahan kedua Charles maupun Camilla. Setelah pernikahan itu, keduanya secara tidak langsung menjadi orang tua dari anak satu sama lain yang lahir dari pernikahan sebelumnya.

Baik Charles dan Camilla sendiri tidak dikaruniai anak dari pernikahan sahnya yang telah terjalin selama 18 tahun itu. Meskipun demikian, belakangan publik mencurigai bahwa keduanya memiliki anak sebelum menikah.

Hal ini menyusul pengakuan seorang pria berkewarganegaraan Australia yang mengirimkan surat kepada Kerajaan Inggris dan mengaku bahwa ia adalah anak biologis Charles dan Camilla.

Dikutip dari Marca, pria itu adalah Simon Charles Dorante-Day (57) yang dibesarkan di Australia oleh orang tua angkatnya. Surat itu ia kirimkan pada akhir tahun 2022 sebelum Ratu Elizabeth II berpulang.

Klaimnya itu hingga saat ini belum terbukti dan pihak Kerajaan Inggris tidak memberikan konfirmasi apapun. Terlepas dari kabar tersebut benar atau salah, tidak menutup fakta bahwa Charles dan Camilla menjadi orang tua dari empat orang anak.

Siapa Saja Anak Raja Charles III dan Camilla Parker?

Empat orang anak Charles III dan Camilla Parker dilahirkan dari pernikahan pertama keduanya dengan orang lain.

Sebelum menikah dengan Camilla, Charles adalah suami dari Diana Spencer hingga perceraian mereka pada 1996. Pernikahan Charles dan Diana dikaruniai dua orang putra, yaitu Pangeran William dan Pangeran Harry.

Sementara itu, Camilla sebelumnya telah menikah dengan seorang perwira kavaleri Andrew Parker Bowels. Sama seperti Charles, pernikahan itu berakhir dengan perceraian pada 1995.

Dari pernikahan itu, Camilla dikaruniai dua orang anak, yaitu seorang putra bernama Tom Parker Bowels dan seorang putri bernama Laura Lopes.

Dikutip dari Britannica, berikut profil dan gelar keempat anak Charles dan Camilla Parker:

William Arthur Philip Louis atau Pangeran William merupakan putra sulung Charles dan Diana yang lahir di London, Inggris, pada 21 Juni 1982. Ia merupakan putra mahkota penerus tahta Kerajaan Inggris.

William saat ini menempati gelar sebagai Pangeran Wales, gelar yang dimiliki ayah dan ibunya sebelum kematian Ratu Elizabeth II. Ia menikah dengan seorang non bangsawan bernama Catherine (Kate) Middleton pada 2011.

Dari pernikahannya dengan Kate, William dikaruniai tiga orang anak, yaitu Pangeran George, Putri Charlotte, dan Pangeran Louis.

Henry Charles Albert David atau Pangeran Harry adalah adik kandung Pangeran William. Ia lahir di London pada 21 Juni 1982. Ia bergabung dalam militer dan menjadi prajurit.

Ia menikahi seorang selebriti berkebangsaan Amerika Serikat Meghan Markle. Keduanya kini menyandang gelar bangsawan Sussex.

Di tahun 2020 Pangeran Harry dan sang istri memutuskan untuk mundur sebagai anggota senior keluarga kerajaan Inggris. Mereka mengambil langkah tersebut agar dapat membagi tugas pelayanan kerajaan dengan kegiatan mereka di Amerika Serikat.

Tom Parker Bowels adalah anak sulung Camilla dari pernikahannya dengan Andrew Parker Bowels. Meskipun Tom adalah keturunan Permaisuri Inggris, namun berdasarkan peraturan Tom tidak mendapatkan gelar kerajaan.

Ia juga tidak bekerja di lingkungan kerajaan. Tom saat ini bekerja sebagai kritikus makanan dan penulis buku resep terkenal di Inggris.

Di tahun 2005, Tom Parker Bowels menikah dengan Sara Buys di Oxford. Pernikahan itu hanya berselang beberapa bulan dari pernikahan sang ibunda dengan Raja Inggris saat ini.

Tom dengan Sara dikaruniai seorang anak bernama Lola Parker Bowels.

Laura Parker Bowels atau yang kini dikenal dengan nama Laura Lopes adalah putri kedua Camilla dan anak sambung Raja Charles III.

Sama seperti sang kakak, ia tidak mendapat gelar kerajaan dan tidak bekerja di lingkungan kerajaan. Laura bekerja di bidang seni dan berprofesi sebagai kurator seni di Inggris.

Ia menikah dengan Harry Lopes, seorang pria non bangsawan yang bekerja sebagai akuntan di Inggris pada 2006. Putri pertamanya, Eliza Lopes lahir di tahun 2008. Satu tahun kemudian, ia kembali dikaruniai putra kembar bernama Gus dan Louis yang lahir pada Desember 2009.

tirto.id - Sosial budaya

Penulis: Yonada NancyEditor: Yantina Debora

Dua megabintang sepakbola Eropa, Cristiano Ronaldo dan Lionel Messi sama-sama menyumbangkan gol untuk klubnya pada pertandingan kedua Liga Champions Eropa. Ronaldo menyumbangkan gol penentu kemenangan Manchester United atas Villareal pada Kamis, 30 September 2021 dinihari WIB. Sedangkan Messi menyumbang satu gol saat PSG mengalahkan Manchester City 2-0 pada Rabu, 29 September 2021 dinihari WIB.

Di laga itu, Ronaldo juga menahbiskan diri sebagai pemain dengan penampilan terbanyak di kompetisi antarklub tertinggi di Benua Biru tersebut. Laman resmi UEFA mencatat pertandingan Manchester United vs Villareal jadi laga ke-178 Ronaldo di Liga Champions. Torehan itu melampaui catatan eks penjaga gawang Real Madrid, Iker Casillas, dengan 177 laga.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di jajaran daftar pemain dengan penampilan terbanyak di Liga Champions, Ronaldo praktis hanya bersaing dengan Lionel Messi. Pasalnya, dari enam nama teratas hanya keduanya yang hingga kini masih aktif bermain.

Total penampilan Messi hingga kini ialah 151 laga. Messi memang baru memulai langkah di Liga Champions satu musim lebih belakangan. Ronaldo memulai kiprah di kompetisi itu pada 2003 sementara Messi pada 2004.

Gol Ronaldo ke gawang Villareal juga menjadikannya sebagai pemain tersubur di kompetisi tersebut. Ia telah mencetak 136 gol, unggul 15 gol dari Lionel Messi yang berada di posisi kedua. Namun Ronaldo baru menciptakan gol di Liga Champions pada tahun 2007, sementara Lionel Messi telah mencetak gol semusim setelah debutnya di Liga Champions untuk Barcelona.

Namun secara rata-rata gol per pertandingan, torehan kedua pemain itu kurang lebih sama. Rata-rata gol Ronaldo di Liga Champions ialah 0,76, sedangkan Messi mencapai 0,8. Dengan kata lain, dua pemain itu hampir pasti menciptakan 1 gol di setiap pertandingan Liga Champions.

Sementara untuk jumlah trofi, Ronaldo telah mengemas lima trofi Si Kuping Besar, empat bersama Real Madrid dan satu bersama Manchester United. Jumlah itu mengungguli raihan trofi Messi yang hanya memiliki empat trofi. Namun, Ronaldo bukan pemain dengan jumlah trofi terbanyak, karena capaiannya masih kalah dari pemain legendaris Real Madrid era 50-an dan 60-an, Francisco Gento, yang mempersembahkan enam trofi Piala Eropa, cikal bakal Liga Champions, saat itu.

Bách khoa toàn thư mở Wikipedia

Raja Raja Chola I là một trong những vị hoàng đế kiệt xuất của nhà Chola, người trị vì từ năm 985 đến 1014 Sau công nguyên. Ông đã chinh phạt các vương quốc ở phía Nam Ấn Độ và đế quốc Chola cho đến tận Tích Lan phía nam, và Kalinga (Orissa) phía bắc, dẫn đến sự phát triển không ngừng của đế chế Chola. Ông từng chiến đấu trong nhiều trận đánh với quân Chalukya ở miền bắc và Pandya ở miền nam. Việc Rajaraja thôn tính Vengi đã dẫn đến sự sáng lập triều đại Chalukya Chola. Ông xâm chiếm Tích Lan và bắt đầu sự chiếm đóng của Chola trên hòn đảo này kéo dài trong một thế kỉ.

Ông đã hợp lý hóa chế độ hành chính, chia đất nước thành nhiều khu vực và chuẩn hóa việc thu ngân sách qua những cuộc điều tra đất đai có hệ thống. Ông xây dựng ngôi đền Brihadisvara lộng lẫy ở Thanjavur và từ đây ông phân chia của cải cho các bề tôi của mình. Những thành tựu của ông đặt nền móng cho con là Rajendra Chola I mở rộng đế quốc của mình hơn nữa.